Dilema Industri Tembakau, Pakar Hukum Internasional Sebut FCTC Ancaman Kedaulatan
Polemik seputar Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) kembali mencuat, memantik kekhawatiran akan potensi intervensi asing dalam kebijakan nasional. Perjanjian internasional yang digagas oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ini dinilai menyusup secara halus ke dalam sistem hukum Indonesia, meski tidak diratifikasi secara resmi oleh Pemerintah Indonesia sejak terbentuknya pada tahun 2002.
FCTC dipandang sebagai alat tekanan terhadap negara-negara produsen tembakau. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan ekosistem pertembakauan yang kuat dan bersejarah, secara tegas menolak meratifikasi perjanjian tersebut.
Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia , menilai keputusan Indonesia untuk tidak meratifikasi FCTC sebagai bentuk nyata perlindungan terhadap kedaulatan nasional. “Lalu apa yang mereka akan lakukan? Ini tangan-tangan dari luar yang ingin mengganggu kedaulatan kita. Mereka mencoba melakukannya untuk meminta Indonesia tidak meratifikasi, tapi mengadopsi,” jelasnya.
Menurutnya, terdapat upaya sistematis untuk menyisipkan ketentuan-ketentuan FCTC ke dalam regulasi nasional, meskipun Indonesia secara resmi menolak perjanjian tersebut. Ia menyebut hal ini sebagai bentuk penjajahan model baru, di mana intervensi dilakukan bukan melalui kekuatan militer, melainkan melalui instrumen hukum internasional.
Baca Juga: BPS Catat Industri Tembakau Minus 3,77% di Kuartal I 2025, Moratorium Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Perlu Dilakukan
“Sekarang dia tidak menggunakan asas konkordansi yang dibenarkan melalui alat kolonialisme, tetapi sekarang itu disebut sebagai penjajahan model baru menggunakan perjanjian internasional untuk melakukan intervensi terhadap kedaulatan suatu negara,” tambahnya.
Prof. Hikmahanto juga menyoroti bahwa tekanan untuk mengadopsi prinsip-prinsip FCTC muncul dalam berbagai bentuk, termasuk dalam penyusunan kebijakan domestik seperti rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) yang saat ini tengah diwacanakan dalam regulasi turunan PP 28/2024.
Sebagai pembanding, ia mengangkat sikap tegas Amerika Serikat dalam menghadapi perjanjian internasional. Meski aktif dalam perumusan berbagai konvensi global, Amerika Serikat dikenal selektif dan tidak segan menolak perjanjian yang dianggap bertentangan dengan kepentingan nasionalnya.
“Nah, jadi kita pun harus seperti Amerika Serikat yang tahu betul apa arti dari suatu kedaulatan. Kalau misalnya kepentingan nasional kita terganggu dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat secara internasional, kita akan mengatakan kita tidak akan ikut dalam perjanjian tersebut,” pungkasnya.
(责任编辑:焦点)
- ·Megawati Singgung Kasus Penculikan dan Praktik Nepotisme
- ·Refocusing Anggaran Kemensos, Gus Ipul : Memperkecil Operasional, Memperkuat Program Pro Rakyat
- ·Indosat Dukung Transformasi Digital Nias di HUT Gunungsitoli
- ·Bertolak ke Pakistan, Prabowo Antar Langsung Kepulangan Erdogan di Lanud Halim
- ·5 Rebusan Daun yang Ampuh untuk Turunkan Gula Darah
- ·Kasus Novel Lama Tak Terungkap, Jokowi Diminta Bentuk Tim Independen
- ·DPR Bentuk Pansus KPK, ICW: Itu Melawan Kehendak Rakyat
- ·Deretan Maskapai Penerbangan yang Dinilai Sajikan Makanan Terburuk
- ·Ray Dalio Diisukan Batal Masuk Dewan Penasihat Danantara
- ·Trump Kecewa, Sanksi Tambahan Dipersiapkan untuk Rusia
- ·YULE Bagi Dividen Rp12,69 Miliar, Pembayaran Dijadwalkan Juni
- ·FOTO: Kala Anak
- ·Thailand Peringkat 7 Negara Pariwisata Terbaik Dunia, Indonesia ke
- ·FOTO: Semarak Festival Pariwisata di Gurun Sahara
- ·7 Aroma yang Bikin Bercinta Makin Menggelora, Dijamin Bergairah
- ·Bertolak ke Pakistan, Prabowo Antar Langsung Kepulangan Erdogan di Lanud Halim
- ·Ini Tanda Kamu Terlalu Banyak Tidur, Lelah dan Sulit Fokus
- ·NYALANG: Di Bawah Kepak Sayap Pengharapan
- ·Pabrik API Rp650 M Dibangun di Cikarang, Indonesia Kurangi Ketergantungan Impor Obat
- ·Prabowo Rasakan Aura Kesejukan di Harlah ke